2.2.1
Klasifikasi Batubara
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil yang berbentuk batuan sedimen yang dapat terbakar. Batu bara terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya
terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki
sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai
bentuk.
Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS
untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk
antrasit.
Tabel
1. Klasifikasi Batubara
No.
|
Properties
|
Value
|
1
|
Heating
value
|
(13,000
Btu/lb)
|
2
|
Ignition
temperature
|
926°F
|
3
|
Ash
content
|
6%
|
4
|
Volatiles
|
7-12%
|
5
|
Composition
|
|
·
Carbon
|
>91.5%
|
|
·
Sulfur
|
~1
%
|
|
·
Oxygen
|
<2.5%
|
|
·
Hydrogen
|
<3.75
|
|
6
|
Heat
content
|
<35300
kJ/kg
|
Batubara diklasifikasikan
menjadi tiga jenis utama yaitu antracit, bituminous, dan lignit, meskipun tidak
jelas pembatasan diantaranya. Pengelompokannya lebih lanjut adalah
semiantracit, semi-bituminous, dan sub-bituminous. Antracit merupakan
batubara tertua jika dilihat dari sudut pandang geologi, yang merupakan
batubara keras, tersusun dari komponen utama karbon dengan sedikit kandungan
bahan yang mudah menguap dan hampir tidak berkadar air. Lignit merupakan
batubara termuda dilihat dari pandangan geologi. Batubara ini merupakan
batubara lunak yang tersusun terutama dari bahan yang mudah menguap dan kandungan
air dengan kadar fixed carbon yang rendah. Fixed carbon merupakan
karbon dalam keadaan bebas, tidak bergabung dengan elemen lain. Bahan yang
mudah menguap merupakan bahan batubara yang mudah terbakar yang menguap apabila
batubara dipanaskan. Batubara yang umum digunakan, contohnya pada industri di
India adalah batubara bituminous dan sub-bituminous.
2.2.2
Sifat Fisik dan Kimia Batubara
Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar
air, bahan mudah menguap dan abu. Sifat kimia batubara tergantung dari
kandungan berbagai bahan kimia seperti karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur.
Nilai kalor batubara beraneka ragam dari tambang batubara yang satu ke yang
lainnya. Nilai untuk berbagai macam batubara diberikan dalam tabel dibawah.
Tabel
2. GCV untuk berbagai jenis batubara
Parameter
|
Lignit (Dasar Kering)
|
Batubara India
|
Batubara Indonesia
|
Batubara Afrika Swlatan
|
GCV
(kKal/kg)
|
4.500*
|
4.000
|
5.500
|
6.000
|
*GCV
lignit pada ‘as received basis’ adalah 2500 –3000
Tabel 3. Pengelompokan batubara India
berdasarkan nilai kalornya
Kelas
|
Kisaran Nilai Kalor
(dalam kKal/kg)
|
A
B
C
D
E
F
G
|
Lebih dari 6200
5600 – 6200
4940 – 5600
4200 – 4940
3360 – 4200
2400 – 3360
1300 – 2400
|
Batubara
kelas D, E dan F biasanya tersedia bagi industri India. Komposisi kimiawi batubara
berpengaruh kuat pada daya pembakarannya. Sifat-sifat batubara secara luas diklasifikasikan
kedalam sifat fisik dan sifat kimia.
Membaca Selanjutnya ....
Membaca Selanjutnya ....
2.2.3
Umur Batu Bara
Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi
tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi.
Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu, adalah masa
pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu
bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 juta tahun yang lalu, juga terbentuk
endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian
selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 -
13 juta tahun yang lalu ) di berbagai belahan bumi lain.
Gambar 2.2.3.1. Proses Pembatubaraan
2.2.4 Pembentukan
Batubara
Proses
perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan
istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap
proses yang terjadi, yaitu
:
a.
Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada
saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang
berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan
gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan
kompaksi material organik serta membentuk gambut.
b.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi
proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
2.2.5
Analisis Batubara
Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara:
analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis
seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis
hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu.
Analisis ultimate harus dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan
yang lengkap oleh ahli kimia yang trampil, sedangkan analisis proximate dapat
dilakukan dengan peralatan yang sederhana.
(Catatan:
proximate tidak ada hubungannya dengan kata “approximate”).
Penentuan
kadar air
Penentuan
kadar air dilakukan dengan menempatkan sampel bahan baku batubara yang dihaluskan
sampai ukuran 200-mikron dalam krus terbuka, kemudian dipanaskan dalam oven pada
suhu 108+2oC dan diberi penutup. Sampel kemudian didinginkan hingga
suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya.
Pengukuran
bahan yang mudah menguap (volatile matter)
Sampel
batubara halus yang masih baru ditimbang, ditempatkan pada krus tertutup,
kemudian dipanaskan dalam tungku pada suhu 900+15oC. Sampel kemudian
didinginkan dan ditimbang. Sisanya berupa kokas (fixed carbon dan abu).
Metodologi rinci untuk penentuan kadar karbon dan abu, merujuk pada IS 1350
bagian I: 1984, bagian III, IV.
Pengukuran
karbon dan abu
Tutup
krus dari dari uji bahan mudah menguap dibuka, kemudian krus dipanaskan dengan pembakar
Bunsen hingga seluruh karbon terbakar. Abunya ditimbang, yang merupakan abu yang
tidak mudah terbakar. Perbedaan berat dari penimbangan sebelumnya merupakan fixed
carbon. Dalam praktek, Fixed Carbon atau FC dihitung dari
pengurangan nilai 100 dengan kadar air, bahan mudah menguap dan abu.
Analisis Ultimate
Analsis ultimate menentukan berbagai macam
kandungan kimia unsur- unsur seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll.
Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk
pemakaran dan volum serta komposisi gas pembakaran. Informasi ini diperlukan
untuk perhitungan suhu nyala dan perancangan saluran gas buang dll. Analisis ultimate
untuk berbagai jenis batubara diberikan dalam tabel dibawah.
Tabel
4. Analisis ultimate batubara
Parameter
|
Batubara India, %
|
Batubara Indonesia, %
|
Kadar
Air
|
5,98
|
9,43
|
Bahan
Mineral (1,1 x Abu)
|
38,63
|
13,99
|
Karbon
|
41,11
|
58,96
|
Hidrogen
|
2,76
|
4,16
|
Nitrogen
|
1,22
|
1,02
|
Sulfur
|
0,41
|
0,56
|
Oksigen
|
9,89
|
11,88
|
Tabel
5. Hubungan antara analisis ultimate dengan analisis proximate
%C
|
=
|
0,97C+
0,7(VM - 0,1A) - M(0,6-0,01M)
|
%H
|
=
|
0,036C + 0,086 (VM -0,1xA) -
0,0035M2(1-0,02M)
|
%N2
|
=
|
2,10
-0,020 VM
|
Dimana
|
||
C
|
=
|
%
fixed carbon
|
A
|
=
|
%
abu
|
VM
|
=
|
%
bahan mudah menguap (volatile matter)
|
M
|
=
|
% kadar
air
|
Catatan:
persamaan
diatas berlaku untuk batubara dengan kadar air lebih besar dari 15%
Analisis proximate
Analisis proximate menunjukan persen berat
dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu, dan kadar air dalam
batubara. Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung
turut andil terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak
sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah
menguap yang tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kadar abu
merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volum pembakaran,
peralatan kendali polusi dan sistim handling abu pada tungku. Analisis proximate
untuk berbagai jenis batubara diberikan dalam Tabel 6.
Tabel
6. Analisis proximate untuk berbagai batubara (persen)
Parameter
|
Batubara
India
|
Batubara
Indonesia
|
Batubara
Afrika
Selatan
|
Kadar
air
|
5,98
|
9,43
|
8,5
|
Abu
|
38,63
|
13,99
|
17
|
Bahan
mudah menguap (volatile matter)
|
20,70
|
29,79
|
23,28
|
Fixed
Carbon
|
34,69
|
46,79
|
51,22
|
Parameter-parameter
batubara antara lain :
Kadar
Air
Kandungan
air dalam batubara harus diangkut, di-handling dan disimpan bersama-sama
batubara. Kadar air akan menurunkan kandungan panas per kg batubara, dan
kandungannya berkisar antara 0,5 hingga 10%. Kadar air:
Ø Meningkatkan
kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan berlebih dari uap.
Ø Membantu
pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu.
Ø Membantu
radiasi transfer panas.
Kadar
Abu
Abu
merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar antara 5%
hingga 40%. Abu:
Ø Mengurangi
kapasitas handling dan pembakaran.
Ø Meningkatkan
biaya handling.
Ø Mempengaruhi
efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler.
Ø Menyebabkan
penggumpalan dan penyumbatan.
Kadar
Sulfur
Pada
umumnya berkisar pada 0,5 hingga 0,8%. Sulfur:
Ø Mempengaruhi
kecenderungan teradinya penggumpalan dan penyumbatan
Ø Mengakibatkan
korosi pada cerobong dan peralatan lain seperti pemanas udara dan economizers
Ø Membatasi
suhu gas buang yang keluar
Bahan
yang mudah menguap (volatile matter)
Bahan
yang mudah menguap dalam batubara adalah metan, hidrokarbon, hydrogen, karbon
monoksida, dan gas-gas yang tidak mudah terbakar, seperti karbon dioksida dan
nitrogen. Bahan yang mudah menguap merupakan indeks dari kandunagnbahan bakar
bentuk gas didalam batubara. Kandungan bahan yang mudah menguap berkisar antara
20 hingga 35%.
Bahan
yang mudah menguap:
Ø Berbanding
lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu dalam memudahkan
penyalaan batubara.
Ø Mengatur
batas minimum pada tinggi dan volum tungku.
Ø Mempengaruhi
kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek distribusi.
Ø Mempengaruhi
kebutuhan minyak bakar sekunder.
Fixed
carbon
Fixed
carbon merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam
tungku setelah bahan yang mudah menguap didistilasi. Kandungan utamanya adalah
karbon tetapi juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang tidak
terbawa gas. Fixed carbon memberikan perkiraan kasar terhadap nilai
panas batubara.
2.2.6
Penyimpanan, Handling dan
Persiapan Batubara
Ketidaktentuan dalam ketersediaan dan pengangkutan
bahan bakar mengharuskan dilakukannya penyimpanan dan penanganan untuk
kebutuhan berikutnya. Kesulitan yang ada pada penyimpanan batubara adalah
diperlukannya bangunan gudang penyimpanan, adanya hambatan masalah tempat,
penuruan kualitas dan potensi terjadinya kebakaran. Kerugian kecil lainnya
adalah oksidasi, angin dan kehilangan karpet. Oksidasi 1% batubara memiliki
efek yang sama dengan kandunag abu 1% dalam batubara. Kehilangan karena angina mencapai
0,5 – 1,0 % dari kerugian total. Penyimpanan batubara yang baik akan
meminimalkan kehilangan karpet dan kerugian terjadinya pembakaran mendadak.
Pembentukan “karpet lunak”, dari batubara halus dan tanah, menyebabkan
kehilangan karpet. Jika suhu naik secara perlahan dalam tumpukan batubara, maka
dapat terjadi oksidasi yang akan menyebabkan pembakaran yang mendadak dari
batubara yang disimpan. Kehilangan karpet dapat dikurangi dengan cara :
1.
Mengeraskan permukaan tanah untuk penyimpanan batubara.
2.
Membuat tempat penyimpanan standar yang terbuat dari beton dan bata.
Di
Industri, batubara di-handling secara manual maupun dengan conveyor.
Pada saat handling batubara harus diusahakan supaya sesedikit mungkin batubara
yang hancur membentuk partikel kecil dan sesedikit mungkin partikel kecil yang
tercecer. Persiapan batubara sebelum pengumpanan ke boiler merupakan tahap
penting untuk mendapatkan pembakaran yang baik. Bongkahan batubara yang besar
dan tidak beraturan dapat menyebabkan permasalahan sebagai berikut :
Ø Kondisi
pembakaran yang buruk dan suhu tungku yang tidak mencukupi.
Ø Udara
berlebih yang terlalu banyak mengakibatkan kerugian cerobong yang tinggi.
Ø Meningkatnya
bahan yang tidak terbakar dalam abu.
Ø Rendahnya
efisiensi termal.
Gambar 2.2.6.1. Batubara
Keunggulan
batubara :
Ø Murah.
Ø Mempunyai
kalori tinggi.
Ø Jumlah
melimpah.
Kelemahan
batubara :
Ø Adanya
polusi hasil pembakaran.
Ø Menyebabkan
hujan asam.
2.2.7 Jenis-Jenis Batubara
1. Batubara nyala api
Batubara nyala-api membakar dengan
nyala api panjang, yang biasanya banyak mengeluarkan arang para, batubara ini
cocok digunakan dalam oven nyala api.
2. Batubara tempa
Batubara ini mempunyai daya yang besar jadi cocok
digunakanuntuk api tempa.
3. Batubara ketel
Batubara mempunyai
cukup kemampuan untuk membakar menjadi satu guna mencegah timbulnya
batubara-terbang oleh karena itu cocok digunakan dalam ketel uap.
4. Antrasit
Antrasit tidak mempunyai
kemampuanuntuk membakar jadi satu dan membakar dengan nyala api pendek dan
tidak menimbulkan arang para.
2.2.8
Jenis Bahan Bakar yang Terbuat dari Batubara
1. Kokas
Kokas adalah hasil pengolahan dari
batubara dengan cara memanaskan batubara tanpa pemasukan udara, karena bila
tercampur udara maka batubara akan terbakar. Kokas mempunyai kekuatan tekan
yang tinggi sehingga biasanya kokas digunakan dalam dapur tinggi.
Jenis-jenis kokas dapat dijabarkan
sebagai berikut :
Ø Green
Coke adalah hasil karbonisasi padatan yang utama yang
dihasilkan dari pemanasan fraksi karbon pada temperatur dibawah 9000K (juga
disebut kokas baku)
Ø Calcined
Coke adalah kokas yang berasal dari minyak bumi atau
kokas dari hasil pengolahan batubara dengan sebuah fraksi massa dari hidrogen
kurang dari 0,1% berat. Kokas jenis ini dihasilkan melalui pemanasan dari Green
Coke hingga suhu kira-kira 1600 K.
Ø Petroleum
Coke adalah hasil karbonisasi dari fraksi didih karbon
yang terbentuk dalam proses pengolahan minyak bumi.
Ø Coal
Derived Pitch Coke adalah hasil karbonisasi padatan yang
paling utama dalam industri yang dihasilkan dari coal-tar-pitch atau ter
(aspal).
Ø Metallurgical
Coke yang dihasilkan melalui karbonisasi batubara atau
campuran batubara pada temperatur hingga diatas 1400 K untuk menghasilkan bahan
karbon makroporos yang kuat.
Ø Delayed
Coke adalah bentuk yang paling umum digunakan untuk hasil
karbonisasi utama pada fraksi didih hidrokarbon melalui proses pemasakan kokas.
Delayed Coke memiliki tingkat grafit yang lebih baik dibandingkan dengan kokas
yang dihasilkan dengan proses lain bahkan dengan bahan dasar yang sama. Hasil
utama dari delayed coke ini adalah sponge coke dan needle coke. Shot coke juga
dihasilkan seperti timbunan bola dengan diameter 1-2 mm, tapi tidak memiliki
nilai jual.
Ø Sponge
Coke memiliki tekstur optik yang tak-terorientasi
(tak-terarah) dan digunakan sebagai pengisi untuk elektroda pada industri
aluminium.
Ø Needle
Coke adalah bentuk umum yang digunakan untuk kokas jenis
khusus dengan tingkat grafit yang tinggi yang dihasilkan dari struktur
mikrokristal yang dimilikinya. (Harry Marsh, 1989)
2.
Batubara tepung
Adalah berasal dari batubara yang
dihaluskan, batu bara ini biasanya digunakan dalam ketel uap yang besar.
3. Briket
Briket terbuat dari batubara yang terdiri dari butiran-butiran halus. Pembuatan
briket melalui tahapan pengeringan, pencampuran dengan pek, pemanasan pada suhu
tertentu, pencetakan dengan cara press. Briket digunakan untuk keperluan rumah
tangga.
2.2.9
Biomassa
Biomassa dalam
industri produksi energi, merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati
yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial.
Umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai
biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan
untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas.
Biomassa dapat pula meliputi limbah
terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak mencakup
materi organic yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat
seperti batu bara atau minyak bumi. Nilai kalor (heating
value) biomassa yang
akan dijadikan biogas ratarata berkisar antara 4700–6000 kkal/m3
(20–24 MJ/m3). Dengan nilai kalor tersebut 1075 juta m3 biogas
akan setara dengan 516.000 ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666.5 juta liter
minyak tanah, dan 5052.5 MWh listrik.
2.2.10
Arang (Charcoal)
Arang adalah
residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan dengan menghilangkan kandungan
air dan komponen volatil dari hewan atau tumbuhan. Arang umumnya didapatkan
dengan memanaskan kayu, gula, tulang, dan benda lain. Arang yang hitam, ringan,
mudah hancur, dan meyerupai batu bara ini terdiri dari 85% sampai 98% karbon,
sisanya adalah abu atau benda kimia lainnya. Batu arang lazim dipakai untuk
membakar makanan di luar ruangan dan pada saat berkemah. Di beberapa negara
Afrika, arang digunakan oleh sebagian besar masyarakat sebagai alat memasak
sehari-hari. Pemakaian arang untuk memasak makanan di dalam ruangan memiliki
resiko berbahaya terhadap kesehatan, karena karbon monoksida yang dihasilkan.
Sebelum Revolusi Industri, arang digunakan sebagai bahan bakar industri
metalurgi. Bahan bakar arang dapat menghasilkan panas hingga 700°C, pada
industri pengolahan logam dapat menghasilkan panas hingga 1.100°C untuk
melelehkan aluminium.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar