Selasa, 30 April 2013

Bahan Bakar Padat (Batubara)



 2.2 Bahan Bakar Padat (Batubara)
2.2.1 Klasifikasi Batubara
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil yang berbentuk batuan sedimen yang dapat terbakar. Batu bara terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Tabel 1. Klasifikasi Batubara
No.
Properties
Value
1
Heating value
(13,000 Btu/lb)
2
Ignition temperature
926°F
3
Ash content
6%
4
Volatiles
7-12%
5
Composition


·         Carbon
>91.5%

·         Sulfur
~1 %

·         Oxygen
<2.5%

·         Hydrogen
<3.75
6
Heat content
<35300 kJ/kg
Batubara diklasifikasikan menjadi tiga jenis utama yaitu antracit, bituminous, dan lignit, meskipun tidak jelas pembatasan diantaranya. Pengelompokannya lebih lanjut adalah semiantracit, semi-bituminous, dan sub-bituminous. Antracit merupakan batubara tertua jika dilihat dari sudut pandang geologi, yang merupakan batubara keras, tersusun dari komponen utama karbon dengan sedikit kandungan bahan yang mudah menguap dan hampir tidak berkadar air. Lignit merupakan batubara termuda dilihat dari pandangan geologi. Batubara ini merupakan batubara lunak yang tersusun terutama dari bahan yang mudah menguap dan kandungan air dengan kadar fixed carbon yang rendah. Fixed carbon merupakan karbon dalam keadaan bebas, tidak bergabung dengan elemen lain. Bahan yang mudah menguap merupakan bahan batubara yang mudah terbakar yang menguap apabila batubara dipanaskan. Batubara yang umum digunakan, contohnya pada industri di India adalah batubara bituminous dan sub-bituminous.
2.2.2 Sifat Fisik dan Kimia Batubara
Sifat fisik batubara termasuk nilai panas, kadar air, bahan mudah menguap dan abu. Sifat kimia batubara tergantung dari kandungan berbagai bahan kimia seperti karbon, hidrogen, oksigen, dan sulfur. Nilai kalor batubara beraneka ragam dari tambang batubara yang satu ke yang lainnya. Nilai untuk berbagai macam batubara diberikan dalam tabel dibawah.
Tabel 2. GCV untuk berbagai jenis batubara
Parameter
Lignit (Dasar Kering)
Batubara India
Batubara Indonesia
Batubara Afrika Swlatan
GCV (kKal/kg)
4.500*
4.000
5.500
6.000
*GCV lignit pada ‘as received basis’ adalah 2500 –3000
 Tabel 3. Pengelompokan batubara India berdasarkan nilai kalornya
Kelas
Kisaran Nilai Kalor
(dalam kKal/kg)
A
B
C
D
E
F
G
Lebih dari 6200
5600 – 6200
4940 – 5600
4200 – 4940
3360 – 4200
2400 – 3360
1300 – 2400
Batubara kelas D, E dan F biasanya tersedia bagi industri India. Komposisi kimiawi batubara berpengaruh kuat pada daya pembakarannya. Sifat-sifat batubara secara luas diklasifikasikan kedalam sifat fisik dan sifat kimia.

Membaca Selanjutnya ....
2.2.3 Umur Batu Bara
Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 juta tahun yang lalu, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 juta tahun yang lalu ) di berbagai belahan bumi lain.
Gambar 2.2.3.1. Proses Pembatubaraan
2.2.4 Pembentukan Batubara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yaitu :
a.       Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
b.      Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
2.2.5 Analisis Batubara
Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara: analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang trampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana.
(Catatan: proximate tidak ada hubungannya dengan kata “approximate”).
Penentuan kadar air
Penentuan kadar air dilakukan dengan menempatkan sampel bahan baku batubara yang dihaluskan sampai ukuran 200-mikron dalam krus terbuka, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 108+2oC dan diberi penutup. Sampel kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya.
Pengukuran bahan yang mudah menguap (volatile matter)
Sampel batubara halus yang masih baru ditimbang, ditempatkan pada krus tertutup, kemudian dipanaskan dalam tungku pada suhu 900+15oC. Sampel kemudian didinginkan dan ditimbang. Sisanya berupa kokas (fixed carbon dan abu). Metodologi rinci untuk penentuan kadar karbon dan abu, merujuk pada IS 1350 bagian I: 1984, bagian III, IV.
Pengukuran karbon dan abu
Tutup krus dari dari uji bahan mudah menguap dibuka, kemudian krus dipanaskan dengan pembakar Bunsen hingga seluruh karbon terbakar. Abunya ditimbang, yang merupakan abu yang tidak mudah terbakar. Perbedaan berat dari penimbangan sebelumnya merupakan fixed carbon. Dalam praktek, Fixed Carbon atau FC dihitung dari pengurangan nilai 100 dengan kadar air, bahan mudah menguap dan abu.
Analisis Ultimate
Analsis ultimate menentukan berbagai macam kandungan kimia unsur- unsur seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll. Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pemakaran dan volum serta komposisi gas pembakaran. Informasi ini diperlukan untuk perhitungan suhu nyala dan perancangan saluran gas buang dll. Analisis ultimate untuk berbagai jenis batubara diberikan dalam tabel dibawah.
Tabel 4. Analisis ultimate batubara
Parameter
Batubara India, %
Batubara Indonesia, %
Kadar Air
5,98
9,43
Bahan Mineral (1,1 x Abu)
38,63
13,99
Karbon
41,11
58,96
Hidrogen
2,76
4,16
Nitrogen
1,22
1,02
Sulfur
0,41
0,56
Oksigen
9,89
11,88
Tabel 5. Hubungan antara analisis ultimate dengan analisis proximate
%C
=
0,97C+ 0,7(VM - 0,1A) - M(0,6-0,01M)
%H
=
0,036C + 0,086 (VM -0,1xA) - 0,0035M2(1-0,02M)
%N2
=
2,10 -0,020 VM
Dimana
C
=
% fixed carbon
A
=
% abu
VM
=
% bahan mudah menguap (volatile matter)
M
=
% kadar air
Catatan: persamaan diatas berlaku untuk batubara dengan kadar air lebih besar dari 15%
Analisis proximate
Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu, dan kadar air dalam batubara. Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volum pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistim handling abu pada tungku. Analisis proximate untuk berbagai jenis batubara diberikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Analisis proximate untuk berbagai batubara (persen)
Parameter
Batubara India
Batubara
Indonesia
Batubara Afrika
Selatan
Kadar air
5,98
9,43
8,5
Abu
38,63
13,99
17
Bahan mudah menguap (volatile matter)
20,70
29,79
23,28
Fixed Carbon
34,69
46,79
51,22
Parameter-parameter batubara antara lain :
Kadar Air
Kandungan air dalam batubara harus diangkut, di-handling dan disimpan bersama-sama batubara. Kadar air akan menurunkan kandungan panas per kg batubara, dan kandungannya berkisar antara 0,5 hingga 10%. Kadar air:
Ø  Meningkatkan kehilangan panas, karena penguapan dan pemanasan berlebih dari uap.
Ø  Membantu pengikatan partikel halus pada tingkatan tertentu.
Ø  Membantu radiasi transfer panas.
Kadar Abu
Abu merupakan kotoran yang tidak akan terbakar. Kandungannya berkisar antara 5% hingga 40%. Abu:
Ø  Mengurangi kapasitas handling dan pembakaran.
Ø  Meningkatkan biaya handling.
Ø  Mempengaruhi efisiensi pembakaran dan efisiensi boiler.
Ø  Menyebabkan penggumpalan dan penyumbatan.
Kadar Sulfur
Pada umumnya berkisar pada 0,5 hingga 0,8%. Sulfur:
Ø  Mempengaruhi kecenderungan teradinya penggumpalan dan penyumbatan
Ø  Mengakibatkan korosi pada cerobong dan peralatan lain seperti pemanas udara dan economizers
Ø  Membatasi suhu gas buang yang keluar
Bahan yang mudah menguap (volatile matter)
Bahan yang mudah menguap dalam batubara adalah metan, hidrokarbon, hydrogen, karbon monoksida, dan gas-gas yang tidak mudah terbakar, seperti karbon dioksida dan nitrogen. Bahan yang mudah menguap merupakan indeks dari kandunagnbahan bakar bentuk gas didalam batubara. Kandungan bahan yang mudah menguap berkisar antara 20 hingga 35%.
Bahan yang mudah menguap:
Ø  Berbanding lurus dengan peningkatan panjang nyala api, dan membantu dalam memudahkan penyalaan batubara.
Ø  Mengatur batas minimum pada tinggi dan volum tungku.
Ø  Mempengaruhi kebutuhan udara sekunder dan aspek-aspek distribusi.
Ø  Mempengaruhi kebutuhan minyak bakar sekunder.
Fixed carbon
Fixed carbon merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam tungku setelah bahan yang mudah menguap didistilasi. Kandungan utamanya adalah karbon tetapi juga mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang tidak terbawa gas. Fixed carbon memberikan perkiraan kasar terhadap nilai panas batubara.
2.2.6 Penyimpanan, Handling dan Persiapan Batubara
Ketidaktentuan dalam ketersediaan dan pengangkutan bahan bakar mengharuskan dilakukannya penyimpanan dan penanganan untuk kebutuhan berikutnya. Kesulitan yang ada pada penyimpanan batubara adalah diperlukannya bangunan gudang penyimpanan, adanya hambatan masalah tempat, penuruan kualitas dan potensi terjadinya kebakaran. Kerugian kecil lainnya adalah oksidasi, angin dan kehilangan karpet. Oksidasi 1% batubara memiliki efek yang sama dengan kandunag abu 1% dalam batubara. Kehilangan karena angina mencapai 0,5 – 1,0 % dari kerugian total. Penyimpanan batubara yang baik akan meminimalkan kehilangan karpet dan kerugian terjadinya pembakaran mendadak. Pembentukan “karpet lunak”, dari batubara halus dan tanah, menyebabkan kehilangan karpet. Jika suhu naik secara perlahan dalam tumpukan batubara, maka dapat terjadi oksidasi yang akan menyebabkan pembakaran yang mendadak dari batubara yang disimpan. Kehilangan karpet dapat dikurangi dengan cara :
1. Mengeraskan permukaan tanah untuk penyimpanan batubara.
2. Membuat tempat penyimpanan standar yang terbuat dari beton dan bata.
Di Industri, batubara di-handling secara manual maupun dengan conveyor. Pada saat handling batubara harus diusahakan supaya sesedikit mungkin batubara yang hancur membentuk partikel kecil dan sesedikit mungkin partikel kecil yang tercecer. Persiapan batubara sebelum pengumpanan ke boiler merupakan tahap penting untuk mendapatkan pembakaran yang baik. Bongkahan batubara yang besar dan tidak beraturan dapat menyebabkan permasalahan sebagai berikut :
Ø  Kondisi pembakaran yang buruk dan suhu tungku yang tidak mencukupi.
Ø  Udara berlebih yang terlalu banyak mengakibatkan kerugian cerobong yang tinggi.
Ø  Meningkatnya bahan yang tidak terbakar dalam abu.
Ø  Rendahnya efisiensi termal.
Gambar 2.2.6.1. Batubara
Keunggulan batubara :
Ø  Murah.
Ø  Mempunyai kalori tinggi.
Ø  Jumlah melimpah.
Kelemahan batubara :
Ø  Adanya polusi hasil pembakaran.
Ø  Menyebabkan hujan asam.

2.2.7 Jenis-Jenis Batubara
1.      Batubara nyala api
Batubara nyala-api membakar dengan nyala api panjang, yang biasanya banyak mengeluarkan arang para, batubara ini cocok digunakan dalam oven nyala api.
2.      Batubara tempa
Batubara ini  mempunyai daya yang besar jadi cocok digunakanuntuk api tempa.
3.      Batubara ketel
Batubara mempunyai cukup kemampuan untuk membakar menjadi satu guna mencegah timbulnya batubara-terbang oleh karena itu cocok digunakan dalam ketel uap.
4.      Antrasit
Antrasit tidak mempunyai kemampuanuntuk membakar jadi satu dan membakar dengan nyala api pendek dan tidak menimbulkan arang para.

2.2.8 Jenis Bahan Bakar yang Terbuat dari Batubara
1.  Kokas
Kokas adalah hasil pengolahan dari batubara dengan cara memanaskan batubara tanpa pemasukan udara, karena bila tercampur udara maka batubara akan terbakar. Kokas mempunyai kekuatan tekan yang tinggi sehingga biasanya kokas digunakan dalam dapur tinggi.
Jenis-jenis kokas dapat dijabarkan sebagai berikut :
Ø Green Coke adalah hasil karbonisasi padatan yang utama yang dihasilkan dari pemanasan fraksi karbon pada temperatur dibawah 9000K (juga disebut kokas baku)
Ø Calcined Coke adalah kokas yang berasal dari minyak bumi atau kokas dari hasil pengolahan batubara dengan sebuah fraksi massa dari hidrogen kurang dari 0,1% berat. Kokas jenis ini dihasilkan melalui pemanasan dari Green Coke hingga suhu kira-kira 1600 K.
Ø Petroleum Coke adalah hasil karbonisasi dari fraksi didih karbon yang terbentuk dalam proses pengolahan minyak bumi.
Ø Coal Derived Pitch Coke adalah hasil karbonisasi padatan yang paling utama dalam industri yang dihasilkan dari coal-tar-pitch atau ter (aspal).
Ø Metallurgical Coke yang dihasilkan melalui karbonisasi batubara atau campuran batubara pada temperatur hingga diatas 1400 K untuk menghasilkan bahan karbon makroporos yang kuat.
Ø Delayed Coke adalah bentuk yang paling umum digunakan untuk hasil karbonisasi utama pada fraksi didih hidrokarbon melalui proses pemasakan kokas. Delayed Coke memiliki tingkat grafit yang lebih baik dibandingkan dengan kokas yang dihasilkan dengan proses lain bahkan dengan bahan dasar yang sama. Hasil utama dari delayed coke ini adalah sponge coke dan needle coke. Shot coke juga dihasilkan seperti timbunan bola dengan diameter 1-2 mm, tapi tidak memiliki nilai jual.
Ø Sponge Coke memiliki tekstur optik yang tak-terorientasi (tak-terarah) dan digunakan sebagai pengisi untuk elektroda pada industri aluminium.
Ø Needle Coke adalah bentuk umum yang digunakan untuk kokas jenis khusus dengan tingkat grafit yang tinggi yang dihasilkan dari struktur mikrokristal yang dimilikinya. (Harry Marsh, 1989)
2.  Batubara tepung
Adalah berasal dari batubara yang dihaluskan, batu bara ini biasanya digunakan dalam ketel uap yang besar.
3.  Briket
Briket terbuat dari batubara yang  terdiri dari butiran-butiran halus. Pembuatan briket melalui tahapan pengeringan, pencampuran dengan pek, pemanasan pada suhu tertentu, pencetakan dengan cara press. Briket digunakan untuk keperluan rumah tangga.
2.2.9 Biomassa
Biomassa dalam industri produksi energi, merujuk pada bahan biologis yang hidup atau baru mati yang dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar atau untuk produksi industrial. Umumnya biomassa merujuk pada materi tumbuhan yang dipelihara untuk digunakan sebagai biofuel, tapi dapat juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk produksi serat, bahan kimia, atau panas.
Biomassa dapat pula meliputi limbah terbiodegradasi yang dapat dibakar sebagai bahan bakar. Biomassa tidak mencakup materi organic yang telah tertransformasi oleh proses geologis menjadi zat seperti batu bara atau minyak bumi. Nilai kalor (heating value) biomassa yang akan dijadikan biogas ratarata berkisar antara 4700–6000 kkal/m3 (20–24 MJ/m3). Dengan nilai kalor tersebut 1075 juta m3 biogas akan setara dengan 516.000 ton gas LPG, 559 juta liter solar, 666.5 juta liter minyak tanah, dan 5052.5 MWh listrik.
2.2.10 Arang (Charcoal)
Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan dengan menghilangkan kandungan air dan komponen volatil dari hewan atau tumbuhan. Arang umumnya didapatkan dengan memanaskan kayu, gula, tulang, dan benda lain. Arang yang hitam, ringan, mudah hancur, dan meyerupai batu bara ini terdiri dari 85% sampai 98% karbon, sisanya adalah abu atau benda kimia lainnya. Batu arang lazim dipakai untuk membakar makanan di luar ruangan dan pada saat berkemah. Di beberapa negara Afrika, arang digunakan oleh sebagian besar masyarakat sebagai alat memasak sehari-hari. Pemakaian arang untuk memasak makanan di dalam ruangan memiliki resiko berbahaya terhadap kesehatan, karena karbon monoksida yang dihasilkan. Sebelum Revolusi Industri, arang digunakan sebagai bahan bakar industri metalurgi. Bahan bakar arang dapat menghasilkan panas hingga 700°C, pada industri pengolahan logam dapat menghasilkan panas hingga 1.100°C untuk melelehkan aluminium.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar