2.4 Bahan Bakar Gas
Bahan bakar gas
merupakan bahan bakar yang sangat memuaskan sebab hanya memerlukan sedikit handling
dan sistim burner nya sangat sederhana dan hampir bebas perawatan.
Gas dikirimkan melalui jaringan pipa distribusi sehingga cocok untuk wilayah
yang berpopulasi tinggi atau padat industri. Walau begitu, banyak pemakai
perorangan yang besar memiliki penyimpan gas, bahkan beberapa diantara mereka
memproduksi gasnya sendiri. Bahan bakar gas ada dua jenis, yakni Compressed
Natural Gas (CNG) dan Liquid Petroleum Gas (LPG). CNG pada dasarnya terdiri
dari metana sedangkan LPG adalah campuran dari propana, butana dan bahan kimia
lainnya. LPG yang digunakan untuk kompor rumah tangga, sama bahannya dengan
Bahan Bakar Gas yang biasa digunakan untuk sebagian kendaraan bermotor.
2.4.1
Jenis-Jenis Bahan Bakar Gas
Berikut
adalah daftar jenis-jenis bahan bakar gas:
Ø Bahan
bakar yang secara alami didapatkan dari alam.
·
Gas alam.
·
Metan dari penambangan batubara.
Ø Bahan
bakar gas yang terbuat dari bahan bakar padat.
·
Gas yang terbentuk dari batubara.
·
Gas yang terbentuk dari limbah dan
biomasa.
·
Dari proses industri lainnya (gas blast
furnace).
Ø Gas
yang terbuat dari minyak bumi.
·
Gas Petroleum cair (LPG).
·
Gas hasil penyulingan.
·
Gas dari gasifikasi minyak.
Ø Gas-gas
dari proses fermentasi.
Bahan
bakar bentuk gas yang biasa digunakan adalah gas petroleum cair (LPG), gas
alam, gas hasil produksi, gas blast furnace, gas dari pembuatan kokas,
dll. Nilai panas bahan bakar gas dinyatakan dalam Kilokalori per normal meter
kubik (kKal/Nm3) ditentukan pada suhu normal (20°C) dan tekanan
normal (760 mm Hg).
2.4.2
Sifat-Sifat Bahan Bakar Gas
Karena hampir semua peralatan pembakaran gas tidak
dapat menggunakan kadungan panas dari uap air, maka perhatian terhadap nilai
kalor kotor (GCV) menjadi kurang. Bahan bakar harus dibandingkan berdasarkan
nilai kalor netto (NCV). Hal ini benar terutama untuk gas alam, dimana kadungan
hidrogen akan meningkat tinggi karena adanya reaksi pembentukan air selama
pembakaran. Sifat-sifat fisik dan kimia berbagai bahan bakar gas diberikan
dalam Tabel 9.
Tabel
11. Sifat-sifat fisik dan kimia berbagai bahan bakar gas
Bahan
Bakar
Gas
|
Masa
Jenis
Relatif
|
Nilai
Kalor yang
lebih
tinggi
kkal/Nm3
|
Perbandingan
Udara/Bahan
bakar
-
m3 udara terhadap
m3
Bahan Bakar
|
Suhu
Nyala
api
oC
|
Kecepatan
Nyala
api
m/s
|
Gas alam
|
0.6
|
9350
|
10
|
1954
|
0,290
|
Propan
|
1,52
|
22200
|
25
|
1967
|
0,460
|
Butan
|
1,96
|
28500
|
32
|
1973
|
0,870
|
2.4.3 CNG
Gas alam terkompresi (Compressed natural gas, CNG)
adalah alternatif bahan bakar selain bensin atau solar. Di Indonesia, kita
mengenal CNG sebagai bahan bakar gas (BBG). Bahan bakar ini dianggap lebih
'bersih' bila dibandingkan dengan dua bahan bakar minyak karena emisi gas
buangnya yang ramah lingkungan. CNG dibuat dengan melakukan kompresi metana
(CH4) yang diekstrak dari gas alam. CNG disimpan dan didistribusikan dalam
bejana tekan, biasanya berbentuk silinder.
CNG (Commpressed Natural Gas) atau Gas Alam Padat merupakan
gas bumi yang telah dimurnikan dan dimampatkan pada tekanan 250 bar sehingga
aman, bersih dan murah untuk dipakai sebagai bahan bakar yang bisa menggantikan
Premium, Solar (HSD) , Diesel Fuel (MDF) , LPG, atau Minyak Bakar (MFO). Secara
umum CNG mengandung komponen utama berupa metana (CH4) dan etana (C2H8)
dengan fraksi sekitar 90%. CNG merupakan bahan bakar ramah lingkungan,
mengurangi emisi CO2 sekitar 60% dibanding Premium, bebas dari emisi Pb, Sox
dan Nox Konversi ke CNG difasilitasi dengan pemberian harga yang lebih murah
bila dibandingkan dengan bahan bakar cair (bensin dan solar), peralatan
konversi yang dibuat lokal dan infrastruktur distribusi CNG yang terus
berkembang.
Sejalan dengan semakin meningkatnya harga minyak dan kesadaran lingkungan, CNG saat ini mulai digunakan juga untuk kendaraan penumpang dan truk barang berdaya ringan hingga menengah. Sesungguhnya di Indonesia, CNG bukanlah barang baru. Pencanangan untuk menggunakan CNG yang harganya lebih murah dan lebih bersih lingkungan daripada bahan bakar minyak (BBM) sudah dilakukan sejak tahun 1986.
Sejalan dengan semakin meningkatnya harga minyak dan kesadaran lingkungan, CNG saat ini mulai digunakan juga untuk kendaraan penumpang dan truk barang berdaya ringan hingga menengah. Sesungguhnya di Indonesia, CNG bukanlah barang baru. Pencanangan untuk menggunakan CNG yang harganya lebih murah dan lebih bersih lingkungan daripada bahan bakar minyak (BBM) sudah dilakukan sejak tahun 1986.
2.4.4
LPG
LPG
(Liquified Petroleum Gas) adalah
campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam. Dengan menambah tekanan dan
menurunkan suhunya, gas berubah menjadi cair. Gas dari hasil distilasi ( adalah
suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau
kemudahan menguap ) yang dipergunakan untuk keperluan bahan bakar rumah adalah
bahan bakar fosil berbentuk gas yang terutama terdiri darimetana CH4). Ia dapat
ditemukan di ladang minyak, ladang gas Bumi dan juga tambang batu bara. Komponennya
didominasi propana (C3H8) dan
butana (C4H10).
LPG juga mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya etana
(C2H6) dan pentana (C5H12). LPG
merupakan campuran dari hidrokarbon tersebut yang berbentuk gas pada tekanan
atmosfir, namun dapat diembunkan menjadi bentuk cair pada suhu normal, dengan
tekanan yang cukup besar. Walaupun digunakan sebagai gas, namun untuk kenyamanan
dan kemudahannya, disimpan dan ditransport dalam bentuk cair dengan tekanan
tertentu. LPG cair, jika menguap membentuk gas dengan volume sekitar 250 kali.
Dalam kondisi atmosfer, LPG akan berbentuk gas.
Volume LPG dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk gas untuk
berat yang sama. Karena itu LPG dipasarkan dalam bentuk cair dalam
tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal
expansion) dari cairan yang dikandungnya, tabung LPG tidak diisi secara
penuh, hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila
menguap dengan gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan
dan temperatur, tetapi biasaya sekitar 250:1. Tekanan di mana LPG berbentuk
cair, dinamakan tekanan uapnya, juga bervariasi tergantung komposisi dan
temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan tekanan sekitar 220 kPa (2.2 bar) bagi
butana murni pada 20 °C (68 °F) agar mencair, dan sekitar 2.2 MPa (22
bar) bagi propana murni pada 55 °C (131 °F).
Menurut
spesifikasinya, LPG dibagi menjadi tiga jenis yaitu LPG campuran, LPG propana
dan LPG butana. Spesifikasi masing-masing LPG tercantum dalam keputusan
Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Nomor: 25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang
dipasarkan Pertamina adalah LPG campuran.
Menurut penggunaannya, LPG dibagi menjadi:
a) LPG mix / LPG campuran.
b) LPG propana.
c) LPG butane.
LPG mix adalah campuran dari 70-80% Propana
dan Butana dan 20 – 30% ditambahkan Mercaptant dan biasanya digunakan dalam
rumah tangga. LPG propana dan butana mengandung 95% propana dan 97,5% butana,
biasanya digunakan dalam industri.
Uap LPG lebih berat dari udara butan beratnya
sekitar dua kali berat udara dan propan sekitar satu setengah kali berat udara.
Sehingga, uap dapat mengalir didekat permukaan tanah dan turun hingga ke
tingkat yang paling rendah dari lingkungan dan dapat terbakar pada jarak
tertentu dari sumber kebocoran. Pada udara yang tenang, uap akan tersebar
secara perlahan. Lolosnya gas cair walaupun dalam jumlah sedikit, dapat
meningkatkan campuran perbandingan volum uap/udara sehingga dapat menyebabkan
bahaya. Untuk membantu pendeteksian kebocoran ke atmosfir, LPG biasanya
ditambah bahan yang berbau. Harus tersedia ventilasi yang memadai didekat
permukaan tanah pada tempat penyimpanan LPG. Karena alasan diatas, sebaiknya
tidak menyimpan silinder LPG di gudang bawah tanah atau lantai bawah tanah yang
tidak memiliki ventilasi udara.
Sifat LPG terutama adalah sebagai berikut:
Ø Cairan dan gasnya sangat mudah
terbakar
Ø Gas tidak beracun, tidak berwarna
dan biasanya berbau menyengat
Ø Gas dikirimkan sebagai cairan yang
bertekanan di dalam tangki atau silinder.
Ø Cairan dapat menguap jika dilepas
dan menyebar dengan cepat.
Ø Gas ini lebih berat dibanding udara
sehingga akan banyak menempati daerah yang rendah.
Bahaya LPG
Salah satu risiko penggunaan LPG
adalah terjadinya kebocoran pada tabung atau instalasi gas sehingga bila
terkena api dapat menyebabkan kebakaran. Pada awalnya, gas LPG tidak berbau, tapi bila demikian akan sulit dideteksi
apabila terjadi kebocoran pada tabung gas. Menyadari itu Pertamina menambahkan
gas mercaptan, yang baunya khas dan menusuk hidung. Langkah itu sangat berguna
untuk mendeteksi bila terjadi kebocoran tabung gas. Tekanan LPG cukup besar (tekanan uap sekitar 120 psig), sehingga
kebocoran LPG akan membentuk gas secara cepat dan
mengubah volumenya menjadi lebih besar.
2.4.5
Perbedaan Antara CNG dan LPG
a.
CNG
pada dasarnya terdiri dari metana sedangkan LPG adalah campuran dari propana, butana
dan bahan kimia lainnya.
b. Perbedaan
penting lain dari sudut pandang fisik adalah bahwa CNG tidak mencair di bawah
tekanan tinggi - dan akan tetap menjadi bentuk gas, kecuali didinginkan
setidaknya -164°C. LPG, di sisi lain akan menjadi cair bila ditekan atau saat
didinginkan karena itu Nama "Liquefied Petroleum Gas".
c. CNG
secara langsung berasal dari daerah gas. Satu-satunya proses yang kadang-kadang
perlu dilakukan, adalah menyaring gas terlebih dahulu. Tapi biasanya, gas dapat
langsung digunakan sebagai bahan bakar setelah proses kompresi.
Namun bagaimanapun juga, LPG, adalah produk buatan. Ini adalah campuran dari beberapa gas yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu, gas-gas ini perlu dicampur, sebelum mereka dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Namun bagaimanapun juga, LPG, adalah produk buatan. Ini adalah campuran dari beberapa gas yang telah disebutkan di atas. Oleh karena itu, gas-gas ini perlu dicampur, sebelum mereka dapat digunakan sebagai bahan bakar.
d. CNG
memiliki bagian besar dari Hidrogen dan karena itu lebih ringan daripada udara
(atribut ini sebenarnya membuat CNG sangat aman: sekali ada kebocoran dalam
sistem, gas hanya akan dilepas ke atmosfer). LPG di sisi lain adalah dua kali
lebih berat seperti udara. Gas ini biasanya merupakan produk hasilan yang
menumpuk dari pengeboran minyak serta penyempurnaan minyak.
2.4.6
Coal Gas
Coal gas atau gas
batu bara adalah gas yang mudah terbakar, terbuat dari batu bara dan di
salurkan melalui pipa-pipa. Coal gas yang juga dikenal dengan sebutan town gas
secara umum diproduksi untuk dijual kepada konsumen dan industri. Coal gas di
kembangkan pada abad 19 sampai awal abad 20 untuk pembangkit listrik, memasak
dan pemanas ruangan. Selama proses pembuatan, coal gas dicampur dengan gas
berkalori seperti hydrogen, karbon monoksida dan nitrogen.
Tabel
12. Properties Coal Gas
No.
|
Properties
|
Value
|
1
|
Calorific
value
|
20
MJ/m3 (550 Btu/ft3)
|
2
|
Composition
|
|
·
Hydrogen
|
50%
|
|
·
Ethylene
|
5%
|
|
·
Mehane
|
35%
|
|
·
Carbon Monoxide
|
10%
|
|
3
|
Temperature
reactions
|
>700°C
|
4
|
Heating
Value
|
32.18
MJ/kg
|
2.
5 Macam-Macam Cara Memperoleh Bahan Bakar
1.
Destilasi
Destilasi adalah pemisahan fraksi-fraksi
minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dalam hal ini
adalah destilasi fraksinasi. Mula-mula minyak mentah dipanaskan dalam aliran
pipa dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu ± 370°C. Minyak mentah
yang sudah dipanaskan tersebut kemudian masuk kedalam kolom fraksinasi pada
bagian flash chamber (biasanya berada pada sepertiga bagian bawah kolom
fraksinasi). Untuk menjaga suhu dan tekanan dalam kolom maka dibantu pemanasan
dengan steam (uap air panas dan bertekanan tinggi Minyak mentah yang
menguap pada proses destilasi ini naik ke bagian atas kolom dan selanjutnya
terkondensasi pada suhu yang berbeda-beda. Komponen yang titik didihnya lebih
tinggi akan tetap berupa cairan dan turun ke bawah, sedangkan yang titik
didihnya lebih rendah akan menguap dan naik ke bagian atas melalui
sungkup-sungkup yang disebut sungkup gelembung. Makin ke atas, suhu yang
terdapat dalam kolom fraksionasi tersebut makin rendah, sehingga setiap kali komponen
dengan titik didih lebih tinggi akan terpisah, sedangkan komponen yang titik
didihnya lebih rendah naik ke bagian yang lebih atas lagi. Demikian selanjutnya
sehingga komponen yang mencapai puncak adalah komponen yang pada suhu kamar
berupa gas. Komponen yang berupa gas ini disebut gas petroleum, kemudian
dicairkan dan disebut LPG (Liquified Petroleum Gas). Fraksi minyak mentah yang
tidak menguap menjadi residu. Residu minyak bumi meliputi parafin, lilin, dan
aspal. Residu-residu ini memiliki rantai karbon sejumlah lebih dari 20. Fraksi
minyak bumi yang dihasilkan berdasarkan rentang titik didihnya antara lain
sebagai berikut :
1. Gas
Rentang rantai karbon : C1 sampai C5 Trayek didih : 0
sampai 50°C
2. Gasolin
(Bensin) Rentang rantai karbon : C6 sampai C11 Trayek
didih : 50 sampai 85°C
3. Kerosin
(Minyak Tanah) Rentang rantai karbon : C12 sampai C20
Trayek didih : 85 sampai 105°C
4. Solar
Rentang rantai karbon : C21 sampai C30 Trayek didih : 105
sampai 135°C
5. Minyak
Berat Rentang ranai karbon : C31 sampai C40 Trayek didih
: 135 sampai 300°C
6. Residu
Rentang rantai karbon : di atas C40 Trayek didih : di atas 300°C
Fraksi-fraksi
minyak bumi dari proses destilasi bertingkat belum memiliki kualitas yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga perlu pengolahan lebih lanjut yang
meliputi proses cracking, reforming, polimerisasi, treating, dan blending.
Destilasi kering adalah
suatu metoda pemisahan zat-zat kimia. Dalam proses distilasi kering, bahan
padat dipanaskan sehingga menghasilkan produk-produk berupa cairan atau gas
(yang dapat berkondensasi menjadi padatan). Produk-produk tersebut disaring,
dan pada saat yang bersamaan mereka berkondensasi dan dikumpulkan. Distilasi
kering biasanya membutuhkan suhu yang lebih tinggi dibanding distilasi biasa.
Metode ini dapat digunakan untuk memperoleh bahan bakar cair dari batubara dan
kayu. Selain itu, distilasi kering juga digunakan untuk memecah garam-garam
mineral. Misalnya pemecahan sulfat melalui termolisis, menghasilkan gas sulfur
dioksida dan sulfur trioksida yang dapat dilarutkan dalam air membentuk asam
sulfat. Pada awalnya, ini adalah cara yang umum untuk memproduksi asam sulfat.
2. Cracking
Setelah
melalui tahap destilasi, masing-masing fraksi yang dihasilkan dimurnikan
(refinery), seperti terlihat dibawah ini:
Cracking adalah penguraian molekul-molekul
senyawa hidrokarbon yang besar menjadi molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang
kecil. Contoh cracking ini adalah pengolahan minyak solar atau minyak
tanah menjadi bensin. Proses ini terutama ditujukan untuk memperbaiki kualitas
dan perolehan fraksi gasolin (bensin). Kualitas gasolin sangat ditentukan oleh
sifat anti knock (ketukan) yang dinyatakan dalam bilangan oktan. Bilangan oktan
100 diberikan pada isooktan (2,2,4-trimetil pentana) yang mempunyai sifat anti knocking
yang istimewa, dan bilangan oktan 0 diberikan pada n-heptana yang mempunyai
sifat anti knock yang buruk. Gasolin yang diuji akan dibandingkan dengan
campuran isooktana dan n-heptana. Bilangan oktan dipengaruhi oleh beberapa
struktur molekul hidrokarbon.
Terdapat 3 cara
proses cracking, yaitu :
Ø
Cara panas (thermal cracking), yaitu
dengan penggunaan suhu tinggi dan tekanan yang rendah. Contoh reaksi-reaksi
pada proses cracking adalah sebagai berikut :
n-C30H62 C8H8 + C6H12
+ C14H28 atau
n- C30H62 C7H16
+ C9H18 + C4H8 + C10H20
Ø
Cara katalis (catalytic cracking), yaitu
dengan penggunaan katalis. Katalis yang digunakan biasanya SiO2 atau Al2O3
bauksit. Reaksi dari perengkahan katalitik melalui mekanisme perengkahan ion
karbonium. Mula-mula katalis karena bersifat asam menambahkna proton ke molekul
olevin atau menarik ion hidrida dari alkana sehingga menyebabkan terbentuknya
ion karbonium :
RCH2CH2CH
= CH2 + H+ RCH2CH2C
+ HCH3
RCH2CH2CH2CH3 H+ + RCH2CH2C
+ HCH3
Ø
Hidrocracking
Hidrocracking
merupakan kombinasi antara perengkahan dan hidrogenasi untuk menghasilkan
senyawa yang jenuh. Reaksi tersebut dilakukan pada tekanan tinggi. Keuntungan
lain dari Hidrocracking ini adalah bahwa belerang yang terkandung dalam minyak
diubah menjadi hidrogen sulfida yang kemudian dipisahkan.
3. Reforming
Reforming adalah perubahan dari bentuk
molekul bensin yang bermutu kurang baik (rantai karbon lurus) menjadi bensin
yang bermutu lebih baik (rantai karbon bercabang). Kedua jenis bensin
ini memiliki rumus molekul yang sama bentuk strukturnya yang berbeda. Oleh
karena itu, proses ini juga disebut isomerisasi. Reforming dilakukan dengan
menggunakan katalis dan pemanasan. Contoh reforming adalah sebagai berikut :
CH3 CH2
CH2 CH3 CH3
CH CH3
CH3
Reforming juga
dapat merupakan pengubahan struktur molekul dari hidrokarbon parafin menjadi
senyawa aromatik dengan bilangan oktan tinggi. Pada proses ini digunakan
katalis molibdenum oksida dalam Al2O3 atauplatina dalam lempung.
Contoh reaksinya :
C6H14
C6H12 + H2 C6H6
C6H6 + 3H2
Heksana
Sikloheksana
4. Alkilasi dan Polimerisasi
Alkilasi merupakan penambahan jumlah atom
dalam molekul menjadi molekul yang lebih panjang dan bercabang. Dalam
proses ini menggunakan katalis asam kuat seperti H2SO4, HCl, AlCl3 (suatu asam
kuat Lewis). Reaksi secara umum adalah sebagai berikut:
RH +
CH2=CR’R’’ R-CH2-CHR’R”
Polimerisasi adalah proses penggabungan
molekul-molekul kecil menjadi molekul besar. Reaksi umumnya adalah
sebagai berikut :
M
CnH2n Cm+nH2(m+n)
Contoh
polimerisasi yaitu penggabungan senyawa isobutena dengan senyawa isobutana
menghasilkan bensin berkualitas tinggi, yaitu isooktana.
5. Treating
Treating adalah
pemurnian minyak bumi dengan cara menghilangkan pengotor-pengotornya. Cara-cara
proses treating adalah sebagai berikut :
Ø
Copper sweetening dan doctor treating,
yaitu proses penghilangan pengotor yang dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.
Ø
Acid treatment, yaitu proses penghilangan
lumpur dan perbaikan warna.
Ø
Dewaxing yaitu proses penghilangan wax (n
parafin) dengan berat molekul tinggi dari fraksi minyak pelumas untuk
menghasillkan minyak pelumas dengan pour point yang rendah.
Ø
Deasphalting yaitu penghilangan aspal
dari fraksi yang digunakan untuk minyak pelumas.
Ø
Desulfurizing (desulfurisasi), yaitu
proses penghilangan unsur belerang.
Sulfur
merupakan senyawa yang secara alami terkandung dalam minyak bumi atau gas,
namun keberadaannya tidak dinginkan karena dapat menyebabkan berbagai masalah,
termasuk di antaranya korosi pada peralatan proses, meracuni katalis dalam
proses pengolahan, bau yang kurang sedap, atau produk samping pembakaran berupa
gas buang yang beracun (sulfur dioksida, SO2) dan menimbulkan polusi udara
serta hujan asam. Berbagai upaya dilakukan untuk menyingkirkan senyawa sulfur
dari minyak bumi, antara lain menggunakan proses oksidasi, adsorpsi selektif,
ekstraksi, hydrotreating, dan lain-lain. Sulfur yang disingkirkan dari minyak
bumi ini kemudian diambil kembali sebagai sulfur elemental. Desulfurisasi
merupakan proses yang digunakan untuk menyingkirkan senyawa sulfur dari minyak
bumi. Pada dasarnya terdapat 2 cara desulfurisasi, yaitu dengan :
1. Ekstraksi
menggunakan pelarut.
2. Dekomposisi
senyawa sulfur (umumnya terkandung dalam minyak bumi dalam bentuk senyawa
merkaptan, sulfida dan disulfida) secara katalitik dengan proses hidrogenasi
selektif menjadi hidrogen sulfida (H2S) dan senyawa hidrokarbon asal dari
senyawa belerang tersebut. Hidrogen sulfida yang dihasilkan dari dekomposisi
senyawa sulfur tersebut kemudian dipisahkan dengan cara fraksinasi atau
pencucian/pelucutan.
Akan
tetapi selain 2 cara di atas, saat ini ada pula teknik desulfurisasi yang lain
yaitu bio-desulfurisasi. Bio-desulfurisasi merupakan penyingkiran sulfur secara
selektif dari minyak bumi dengan memanfaatkan metabolisme mikroorganisme, yaitu
dengan mengubah hidrogen sulfida menjadi sulfur elementer yang dikatalis oleh
enzim hasil metabolisme mikroorganisme sulfur jenis tertentu, tanpa mengubah
senyawa hidrokarbon dalam aliran proses. Reaksi yang terjadi adalah reaksi
aerobik, dan dilakukan dalam kondisi lingkungan teraerasi. Keunggulan proses
ini adalah dapat menyingkirkan senyawa sulfur yang sulit disingkirkan, misalnya
alkylated dibenzothiophenes. Jenis mikroorganisme yang digunakan untuk proses
bio-desulfurisasi umumnya berasal dari Rhodococcus sp, namun penelitian lebih
lanjut juga dikembangkan untuk penggunaan mikroorganisme dari jenis lain.
Proses
ini mulai dikembangkan dengan adanya kebutuhan untuk menyingkirkan kandungan
sulfur dalam jumlah menengah pada aliran gas, yang terlalu sedikit jika
disingkirkan menggunakan amine plant, dan terlalu banyak untuk disingkirkan
menggunakan scavenger. Selain untuk gas alam dan hidrokarbon, bio-desulfurisasi
juga digunakan untuk menyingkirkan sulfur dari batubara.
Proses
Shell-Paques Untuk Bio-Desulfurisasi Aliran Gas
Salah
satu lisensi proses bio-desulfurisasi untuk aliran gas adalah Shell Paques dari
Shell Global Solutions International dan Paques Bio-Systems.
Proses ini sudah diterapkan secara komersial sejak tahun 1993, dan saat ini
kurang lebih terdapat sekitar 35 unit bio-desulfurisasi dengan lisensi
Shell-Paques beroperasi di seluruh dunia.
Proses
ini dapat menyingkirkan sulfur dari aliran gas dan menghasilkan hidrogen
sulfida dengan kapasitas mulai dari 100 kg/hari sampai dengan 50 ton/hari,
menggunakan mikroorganisme Thiobacillus yang sekaligus bertindak sebagai
katalis proses bio-desulfurisasi. Dalam proses ini, aliran gas yang mengandung
hidrogen sulfida dilewatkan pada absorber dan dikontakkan pada larutan soda
yang mengandung mikroorganisme. Senyawa soda mengabsorbi hidrogen sulfida, dan
kemudian dialirkan ke bioreaktor THIOPAQ berupa tangki atmosferik teraerasi dimana
mikroorganisme mengubah hidrogen sulfida menjadi sulfur elementer secara
biologis dalam kondisi pH 8,2-9. Sulfur hasil reaksi kemudian melalui proses
dekantasi untuk memisahkan dengan cairan soda. Cairan soda dikembalikan ke
absorber, sedangkan sulfur diperoleh sebagai cake atau sebagai sulfur cair
murni. Karena sifatnya yang hidrofilik sehingga mudah diabsorpsi oleh tanah,
maka sulfur yang dihasilkan dari proses ini dapat juga dimanfaatkan sebagai
bahan baku pupuk.Tahapan reaksi bio-desulfurisasi dapat digambarkan sebagai
berikut :
Ø
Absorpsi H2S oleh senyawa soda
H2S(g)
+ OH- HS-
+ H2O
Ø
Pembentukan sulfur elementer oleh mikroorganisme
HS-
+ 1/2O2 S
+ OH-
Keunggulan dari
proses Shell-Paques adalah :
Ø
Dapat menyingkirkan sulfur dalam jumlah besar (efisiensi
penyingkiran hidrogen sulfida dapat mencapai 99,8%) hingga menyisakan kandungan
hidrogen sulfida yang sangat rendah dalam aliran gas (kurang dari 4 ppm-volume)
Ø
Pemurnian gas dan pengambilan kembali (recovery)
sulfur terintegrasi dalam 1 proses- gas buang (flash gas/vent gas) dari proses
ini tidak mengandung gas berbahaya, sehingga sebelum dilepas ke lingkungan
tidak perlu dibakar di flare. Hal ini membuat proses ini ideal untuk
lokasi-lokasi dimana proses yang memerlukan pembakaran (misalnya flare atau
incinerator) tidak dimungkinkan.
Ø
Menghilangkan potensi bahaya dari penanganan
solvent yang biasa digunakan untuk melarutkan hidrogen sulfida dalam proses
ekstraksi
Ø
Sifat sulfur biologis yang hidrofilik
menghilangkan resiko penyumbatan (plugging atau blocking) pada pipa
Ø
Bio-katalis yang digunakan bersifat
self-sustaining dan mampu beradaptasi pada berbagai kondisi proses
Ø
Konfigurasi proses yang sederhana, handal dan
aman (antara lain beroperasi pada suhu dan tekanan rendah) sehingga mudah untuk
dioperasikan
Ø
Proses shell-paques ini dapat diterapkan pada
gas alam, gas buang regenerator amine, fuel gas, synthesis gas, serta aliran
oksigen yang mengandung gas limbah yang tidak dapat diproses dengan pelarut.
6. Blending
Proses blending adalah penambahan bahan-bahan
aditif kedalam fraksi minyak bumi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas
produk tersebut. Bensin yang memiliki berbagai persyaratan kualitas
merupakan contoh hasil minyak bumi yang paling banyak digunakan di barbagai
negara dengan berbagai variasi cuaca. Untuk memenuhi kualitas bensin yang baik,
terdapat sekitar 22 bahan pencampur yang dapat ditambanhkan pada proses
pengolahannya. Diantara bahan-bahan pencampur yang terkenal adalah tetra ethyl
lead (TEL). TEL berfungsi menaikkan bilangan oktan bensin. Demikian pula halnya
dengan pelumas, agar diperoleh kualitas yang baik maka pada proses pengolahan
diperlukan penambahan zat aditif. Penambahan TEL dapat meningkatkan bilangan
oktan, tetapi dapat menimbulkan pencemaran udara.
7.
Gelatinasi
Proses
pemasakan pati di dengan melunakkan dan memecah sel. Dalam proses gelatinasi,
bahan baku ubi kayu, ubi jalar, atau jagung dihancurkan dan dicampur air
sehingga menjadi bubur, yang diperkirakan mengandung pati 27-30%. Kemudian
bubur pati tersebut dimasak atau dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk
gel. Proses gelatinasi tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
a.
Bubur pati dipanaskan sampai 130oC
selama 30 menit, kemudian didinginkan sampai mencapai temperature 95oC
yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar ¼ jam. Temperatur 95oC
tersebut dipertahankan selama sekitar 1 ¼ jam, sehingga total waktu yang
dibutuhkan mencapai 2 jam.
b.
Bubur pati ditambah enzyme termamyl
dipanaskan langsung sampai mencapai temperatur 130oC selama 2 jam.
Gelatinasi
cara pertama, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai keuntungan, yaitu pada
suhu 95oC aktifitas termamyl merupakan yang paling tinggi, sehingga
mengakibatkan yeast atau ragi cepat aktif. Pemanasan dengan suhu tinggi (130oC)
pada cara pertama ini dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga lebih
mudah terjadi kontak dengan air enzyme. Perlakuan pada suhu tinggi tersebut
juga dapat berfungsi untuk sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak
mudah terkontaminasi. Gelatinasi cara kedua, yaitu cara pemanasan langsung
(gelatinasi dengan enzyme termamyl) pada temperature 130oC
menghasilkan hasil yang kurang baik, karena mengurangi aktifitas yeast. Hal
tersebut disebabkan gelatinasi dengan enzyme pada suhu 130oC akan
terbentuk tri-phenyl-furane yang mempunyai sifat racun terhadap yeast.
Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut juga akan berpengaruh terhadap penurunan
aktifitas termamyl, karena aktifitas termamyl akan semakin menurun setelah
melewati suhu 95oC. Selain itu, tingginya temperature tersebut juga
akan mengakibatkan half life dari termamyl semakin pendek, sebagai contoh pada
temperature 93oC, half life dari termamyl adalah 1500 menit,
sedangkan pada temperature 107oC, half life termamyl tersebut adalah
40 menit (Wasito, 1981). Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan
sampai mencapai 55oC, kemudian ditambah SAN untuk proses
sakharifikasi dan selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan yeast (ragi)
Saccharomyzes ceraviseze.
8.
Sakharifikasi
Proses
penguraian polisarida menjadi gula-gula sederhana seperti glukosa, fruktosa dan
galaktosa. Semua proses untuk memproduksi sesuatu menggunakan kultur mikrobia
di sebut fermentasi. Sebagian besar fungi merupakan organisme yang dianggap
lebih kuat dalam menghasilkan enzim ekstra seluler, termasuk selulase. Proses
sakarifikasi memerlukan suhu proses berkisar pada 55oC hingga 58oC
selama 48 hingga 96 jam. Enzim yang dipergunakan pada proses sakarifikasi
adalah enzim amiloglukosidase (1,4 glucan glucohydrolase, EC. 3.2.1.3). Enzim
amiloglukosidase mengkatalis pemotongan gugusan glukosa dari ujung non reduksi
dari polimer pati menghasilkan glukosa. Enzim amiloglusidase dapat
menghidrolisa ikatan α-1,6 glukosida namun kecepatan reaksinya lambat.
9.
Fermentasi
Fermentasi
adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa
oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik,
akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi
sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron
eksternal.
10. Gasifikasi
Suatu
proses perubahan bahan bakar padat secara termo kimia menjadi gas, dimana udara
yang diperlukan lebih rendah dari udara yang digunakan untuk proses pembakaran.
Selama proses gasifikasi reaksi kimia utama yang terjadi adalah endotermis
(diperlukan panas dari luar selama proses berlangsung). Media yang paling umum
digunakan pada proses gasifikasi ialah udara dan uap. Produk yang dihasilkan
dapat dikategorikan menjadi tiga bagian utama, yaitu padatan, cairan (termasuk
gas yang dapat dikondensasikan) dan gas permanen. Media yang paling umum
digunakan dalam proses gasifikasi adalah udara dan uap. Gas yang dihasilkan
dari gasifikasi dengan menggunakan udara mempunyai nilai kalor yang lebih
rendah tetapi disisi lain proses operasi menjadi lebih sederhana.
Beberapa keunggulan dari
teknologi gasifikasi yaitu :
a.
Mampu menghasilkan produk gas yang konsisten
yang dapat digunakan sebagai pembangkit listrik.
b.
Mampu memproses beragam input bahan bakar
termasuk batu bara, minyak berat, biomassa, berbagai macam sampah kota dan lain
sebagainya.
c.
Mampu mengubah sampah yang bernilai rendah
menjadi produk yang bernilai lebih tinggi.
d.
Mampu mengurangi jumlah sampah padat.
e.
Gas yang dihasilkan tidak mengandung furan
dan dioxin yang berbahaya.
f.
Coal water fuel.
Coal
Water Fuel (CWF) merupakan bahan bakar campuran antara batubara dan air yang
dengan bantuan aditif membentuk suspensi kental yang homogen serta stabil
selama penyimpanan, pengangkutan dan pembakaran. Percobaan pembakaran CWF
sebagai bahan bakar bertujuan untuk mencari kondisi optimal dan efisien dalam
pembakaran, yang selanjutnya dengan menggunakan alat penukar panas, uap panas
basah dapat diubah menjadi uap panas kering yang digunakan sebagai pengering di
industri tekstil. Metodologi meliputi: menyiapkan dan membuat CWF dari bahan
baku batu bara bituminous; modifikasi burner dan tungku pembakaran; evaluasi
dan pengamatan kinerja sistem pembakaran CWF dengan menggunakan boiler dan heat
exchanger dalam pengeringan bahan tekstil
11. Likuifaksi
Proses
likuifikasi merupakan proses di mana pati dirubah menjadi glukosa, maltosa dan
matotriosa dan oligosakarida. Proses likuifikasi memerlukan suhu yang tinggi
sehingga enzim yang dipergunakan harus mempunyai kemampuan bekerja pada suhu
yang tinggi. Enzim yang biasanya digunakan pada proses likuifikasi adalah enzim
α-amilase. Karakterisitik enzim α-amilase antara lain memecah pati dari dalam
molekul, menghidrolisa ikatan α-1,4 glukosida pada pati yang telah
tergelatinisasi. Hidrolisa amilosa akan menghasilkan dekstrin sedangkan
hidrolisa amilopektin menghasilkan oligodakarida dengan jumlah monomer dua
hingga enam.(ditulis oleh: Intan RP, 2010). Dari uraian tentang macam-macam
bahan bakar dan proses terbentuknya maka tugas bahan teknik ini mengurai
tentang bahan bakar cair yang di gunakan dalam dunia otomotif. Minyak bumi
adalah campuran berbagai hidrokarbon yang termasuk dalam kelompok senyawa:
parafin, naphtena, olefin, dan aromatik. Kelompok senyawa ini berbeda dari yang
lain dalam kandungan hidrogennya. Minyak mentah, jika disuling akan menghasilkan
beberapa macam fraksi, seperti: bensin atau premium, kerosen atau minyak tanah,
minyak solar, minyak bakar, dan lain-lain. Setiap minyak petroleum mentah
mengandung keempat kelompok senyawa tersebut, tetapi perbandingannya berbeda.
Perbedaan minyak mentah
yang utama ialah:
a.
Minyak aspaltik, yang terdiri sebagian besar
naphtena dan aromatik,
b.
Minyak prafin, sebagian besar berupa parafin
(lilin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar